Wednesday 4 November 2015

Roh Jahat Bernama Kebodohan

31 Oktober kemarin dunia diramaikan dengan perayaan Halloween. Gue sendiri kurang paham sama perayaan ini. Tapi yang gue tangkep dari berbagai informasi yang lalu-lalang di media,  perayaan Halloween adalah suatu hari di mana orang-orang menggunakan berbagai kostum yang menyeramkan dengan tujuan untuk menakut-nakuti roh jahat yang diperkirakan akan mengganggu ketenangan dalam pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember 2015. Keren sih niatnya, tapi buat gue ini sama sekali nggak masuk akal. Setau gue, roh-roh jahat itu biasanya identik dengan hal-hal yang menyeramkan, otomatis mereka udah bosen sama hal yang begituan. Jadi mereka pasti nggak bakal takut kalo ketemu sama hal-hal yang menyeramkan juga. Kalo pengin nakut-nakutin mereka, jangan pake hal-hal yang berbau mistis, Karena nggak akan ada efeknya. Buktinya gue dan RezaSejenis pupuk kandang yang bisa bikin Dajjal cium tangan kalo nggak sengaja papasan di jalan— sama sekali nggak ngerasa takut, dan sampai detik ini pun kami masih bisa nyiumin foto Chelsea Islan dan rebutan oksigen dengan damai di dunia.


Reza, satu-satunya roh jahat ngondek yang tidak sengaja diciptakan Tuhan.



Kalo emang ngebet banget pengin ngusir roh jahat, cara termudah menurut gue adalah dengan menculik mereka, lalu bawa ke Indonesia. Setelah itu titipkan mereka kepada orang tua yang mindset/pola pikirnya masih kolot. Gue yakin, mereka pasti bakal depresi, mencoba untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang hingga akhirnya overdosis, mati dan rohnya gentayangan. Rohnya tidak pernah tenang dan cenderung pecicilan. Mereka pun berniat untuk membalaskan dendam kepada para orang tua yang kolot itu dengan cara buang air besar di sofa, di kasur, di genteng, di dinding, di kompor, di kulkas, dan di muka Reza TANPA DISIRAM. Karena niat jahatnya itu, akhirnya mereka dikenal sebagai roh jahat yang suka berak sembarangan TANPA DISIRAM.

Eh tunggu...

Kok mereka jadi jahat lagi....

NGGAK ADA EFEKNYA DONG?

Bodo amat, karena dari tadi gue cuma basa-basi doang. Sebenernya bukan itu yang mau gue bahas. Jadi selamat, Anda telah menyia-nyiakan beberapa menit yang berharga dalam hidup ini hanya untuk membaca tulisan tidak penting seperti yang terpapar di atas.

.....

Kali ini gue mau serius.

Seumur hidup menghirup oksigen di Indonesia membuat gue semakin hafal dengan cara berpikir kebanyakan orang-orang yang tinggal di negara ini. Laju pembangunan yang kian pesat tidak diimbangi dengan pola pikir yang seharusnya juga ikut melesat ke arah kemajuan. Iya, kebanyakan orang-orang yang gue kenal masih berpikiran sempit dan kuno. Terutama dari kalangan tua. Dan ini sangat menyebalkan buat gue.

Kebanyakan orang tua menganggap bahwa anaknya adalah "kendaraan" yang bisa disetir ke mana pun mereka mau pergi. Anggapan seperti itu muncul karena mereka merasa telah melahirkan dan membesarkan anaknya. Padahal si anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia yang penuh dengan kekejaman dan hal-hal kotoran banteng (baca: bullshit) lainnya ini. Emang sih sebagai orang tua pasti mereka pengin yang terbaik buat anaknya, tapi apakah dengan menyetir anak kayak gitu adalah cara yang baik untuk memberikan hal terbaik buat si anak? Bingung kan lu? Gue aja yang nulis bingung.

Menyetir anak yang gue maksud itu misalnya gini: Pak Kanternak sejak kecil punya cita-cita untuk menjadi finalis Idola Cilik karena ia merasa kalo suaranya lebih merdu dari kicauan titit Sumanto. Namun, mimpi itu nggak kunjung kesampean. Bukan karena suara dia jelek atau mirip obat nyamuk semprot, tapi karena pada rezim Orde Baru emang Idola Cilik itu belum diadain. Karena cita-cita waktu kecilnya itu nggak kesampean, maka mimpi Pak Kanternak yang kurang bisa diterima akal sehat itu akhirnya ia limpahkan ke anaknya yang baru berumur tiga hari.

"Nak, ketika kamu besar nanti, bapak akan menjadikanmu sebagai finalis Idola Cilik dan menganugerahkanmu sebagai finalis Idola Cilik paling cilik yang pernah jadi idola. Pokoknya gitulah," Gumam Pak Kanternak kepada anaknya yang baru bisa nenen itu.

"Oweeeeee~" Sahut anaknya dengan tangisan karena sedih punya bapak yang otaknya nggak lebih besar dari bungkus rokok itu.


.....

Si anak kemudian tumbuh besar—lebih besar dari titit Sumanto ditambah titit Reza dikali titit godziladan semakin terlihat bahwa ia memiliki ketertarikan yang begitu kuat terhadap olahraga sepak bola. Ia pun kemudian bercita-cita menjadi jaring gawang.

"Pak, aku kan suka main bola sama temen-temen. Kalo udah punya KTP aku mau jadi jaring gawang biar dijagain terus sama kiper," Ucap si anak dari Pak Kanternak yang mampu memecah keheningan saat mereka berdua sedang asik mengisap ganja bersama di depan teras rumah Pak Budi Waseso.

"Nggak boleh! Sepak bola di Indonesia itu nggak punya masa depan! Kiper Indonesia itu bodoh-bodoh! Emangnya kamu mau dijebret-jebretin bola gara-gara kipernya nggak bisa nangkep?!" Sahut Pak Kanternak sembari membanting lintingan ganja yang sedari tadi ia genggam menggunakan kaki kiri. Ia yang sewaktu kecil hampir selalu menjadi anak bawang saat teman-temannya asik menggiring bola itu terlihat sangat tidak setuju dengan keinginan anaknya yang ingin menjadi jaring gawang.

"Ta-tapi pak—"

"Pokoknya nggak boleh! Kamu buang jauh-jauh hal-hal yang berbau sepak bola! Besok bapak akan daftarkan kamu ke tempat les musik supaya kamu bisa jadi senar gitar yang merdu. Pokoknya bapak pengin kamu jadi finalis Idola Cilik tahun depan!" Bentak Pak Kanternak kepada anaknya yang baru berusia 417 minggu itu. Si anak hanya bisa pasrah dan menuruti keinginan bapaknya yang berpikiran kolot dan sempit seperti celana dalem yang salah gue beli tiga minggu lalu. Padahal ukurannya XL, tapi sempit banget. Padahal titit gue tidak sebesar trofi Piala Presiden 2015. Ada yang mau bayarin nggak? Satu pack isinya tiga. Baru gue pake sekali doang kok. Kalo minat PM aja yak.

INI KENAPA GUE JADI DAGANG SEMPAK?!!!!

Santai. Jangan sewot. Nyari duit itu susah. Berhubung bentar lagi gue masuk kuliah, jadi tolong bayarin sempak yang kekecilan itu supaya beban bokap untuk membayar biaya gue masuk kuliah nanti bisa sedikit berkurang.

Kembali ke Pak Kanternak.

Tebak apa yang terjadi kepada si anak? Dia gagal untuk lolos audisi Idola Cilik karena dia sama sekali nggak berminat untuk mengikuti ajang tersebut. Les musik yang dia jalani dengan terpaksa itu sama sekali nggak memperbaiki suaranya yang nggak lebih bagus dari kentut Saskia Gotik. Dia lebih cocok untuk menjadi senar pancing dibanding senar gitar yang merdu. Pak Kanternak pun kecewa dengan anaknya yang nggak sesuai dengan harapannya. Sang anak juga kecewa karena mimpinya untuk menjadi jaring gawang kandas begitu saja lantaran bapaknya tidak merestui cita-cita mulianya itu. Semenjak kejadian itu, hubungan di antara keduanya menjadi kurang harmonis, bahkan cenderung bau amis.


.....

Kisah rumit dan tidak penting dari Pak Kanternak yang gue contohkan tadi menggambarkan sebagian besar orang tua di Indonesia yang merasa bahwa keinginan merekalah yang paling benar dan baik untuk sang anak. Mereka sama sekali tidak memberikan kebebasan kepada sang anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya jika itu bertentangan dengan keinginan mereka. Padahal minat sang anak belum tentu buruk.

Beruntung, kedua orang tua gue nggak memperlakukan gue seperti robot. Selama ini mereka sering membebaskan gue untuk menggeluti hal-hal yang menjadi minat gue. Tidak ada paksaan dalam tiap pilihan yang gue ambil. Walaupun pernah ada gesekan antara pilihan gue dengan keinginan orang tua, tapi pada akhirnya mereka tetep merestui jalan yang gue pilih. Mereka akhirnya merestui, karena kalo nggak direstui gue pasti bakal ngamuk; mecahin piring, gigitan sendal, ngobok-ngobok aer di ember, pokoknya macem-macem deh kelakuan gue yang bisa bikin bokap dan nyokap gue serangan jantung.

Barusan itu bercanda. Gue tidak sehina itu. Tapi lebih dari itu.

Barusan itu bercanda lagi. Gue tidak lebih hina dari itu. Orang tua gue menyetujui setiap keputusan gue karena mereka percaya kalo itu merupakan yang terbaik buat diri gue.

Seandainya semua orang tua di Indonesia berpikiran terbuka seperti kedua orang tua gue, gue yakin Indonesia akan segera bisa disejajarkan dengan negara-negara maju di dunia ini.


Saran gue buat para orang tua yang pola pikirnya masih seperti apa yang gue jabarkan di atas, Walaupun Andalah yang membiayai segala hal yang berkaitan dengan kehidupan anak, tapi tolong jangan sampai Anda yang nentuin minat dan bakat mereka. Walaupun Anda mempunyai hubungan darah dan genetik dengan sang anak, itu bukan berarti minat dan bakat kalian sama persis seperti anak Anda. Mereka mungkin mempunyai pandangan hidup dan visi seperti kalian, tapi bukan berarti anak Anda harus menjalani hidup seperti apa yang Anda mau. Nggak ada seorang pun yang berhak merampas cita-cita dan mimpi-mimpi sang anak, bahkan Anda sebagai orang tuanya. Dukunglah pilihan-pilihan yang anak Anda ambil. Hargai keinginannya untuk menekuni bidang yang mungkin buat Anda tidak ada jaminan masa depannya. Selama itu baik dan tidak melanggar aturan yang berlaku di negara ini, kenapa mesti Anda larang?

Gue bukan mau menggurui. Gue bukan sok pinter. Karena gue nggak pengin jadi guru dan gue juga nggak pinter. Gue sok kritis kayak barusan karena gue cuma pengin Indonesia memiliki segudang para pemuda yang cerdas dan ahli di bidangnya masing-masing. Gitu.

By the way....

BELI SEMPAK GUE DONG, PLIIISSSS!!!

5 comments:

  1. Baru pertama berkunjung ke sini dan sukaaa sama tulisannya! Hahaha. Aku suruh ibuk aku baca, ah

    ReplyDelete
  2. Polikir ini sendiri berkembang karna ikut-ikutan. Nyokap gue sendiri menyekolahkan gue dipiliahan yg dia pilih, dia juga menentukan jurusan gue, sebagai anak yang ngga mau durhaka, gue nurut aja, meski batin gue ngga sanggup kayak gini terus..

    Salam kenal,
    Rahul Syarif.

    ReplyDelete
  3. hidup bangsa indonesiaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! ^^9
    haha tetepppp kocak abisss sist tulisan lu. haha

    ReplyDelete
  4. Emang kentut si Zaskia Gotik kayak gimana, yak? Pengin dengerin. :(

    Bener apa yang lu bilang, dulu orangtua gue juga sempet tuh maksa-maksa gue harus sekolah di ini lah, jangan di itu lah. Padahal gue yang jalanin. Alhamdulillah sekarang udah lulus sekolah, udah bisa cari duit sendiri sedikit-sedikit, dan memilih tujuan hidup sendiri. Orangtua juga mulai mengerti. :))

    Sempak gue masih banyak, ah.

    ReplyDelete

Kalo berkomentar yang baik-baik aja ya. Kan kalo orang baik pasti komentarnya juga baik. Kalo komentarnya jelek, mending ngaca dulu deh. Siapa tau komentar kamu sama kayak muka kamu :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...